BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dokumentasi keperawatan menurut
Carpenito (1999), merupakan suatu rangkaian kegiatan yang rumit dan sangat
beragam serta memerlukan waktu yang cukup banyak dalam proses pembuatannya.
Perkiraan waktu pembuatan dokumentasi asuhan keperawatan dapat mencapai 35-40
menit, hal ini dikarenakan seringnya perawat melakukan pencatatan yang
berulang¬ulang atau duplikatif. Walaupun demikian, terkadang dokumentasi
keperawatan yang dihasilkan masih sering kurang berkualitas.
Asuhan
keperawatan menurut Häyrinena (2010), merupakan hal sangat penting bagi seorang
perawat. Kemampuan pemberian pelayanan yang baik serta kemudian dapat secara
efektif dapat mengkomunikasikan tentang perawatan pasien tergantung pada
seberapa baik kualitas informasi yang diberikan serta dokumentasi yang
disediakan untuk dimanfaatkan oleh semua profesional kesehatan dan antar bidang
pelayanan kesehatan
Dokumentasi
asuhan keperawatan menurut Ali (2010), merupakan suatu dokumen atau catatan yang berisi data tentang keadaan pasien
yang dilihat tidak saja dari tingkat kesakitan akan tetapi juga dilihat dari
jenis, kualitas dan kuantitas dari layanan yang telah diberikan perawat dalam
memenuhi kebutuhan pasien.
Hipospadia
merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika atau segera
setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara
uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra,
biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu,
kelainan tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu
istilah untuk penis yang melengkuk kebawah. (Speer,2007:168).
1.2 Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang diatas dapat dirumuskan masalah-masalah yang dibahas diantaranya adalah :
1.2.1 Apa pengertian dari Dokumentasi Asuhan Keperawatan ?
1.2.2 Apa pengertian dari Hipospadia ?
1.2.3 Sebutkan rencana Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Hipospadia ?
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan yang diambil dari rumusan
masalah tersebut :
1.3.1 Mengetahui pengertian dari
Dokumentasi Asuhan Keperawatan
1.3.2 Mengetahui pengertian dari
Hipospadia
1.3.3
Mengetahui rencana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Hipospadia ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hipospadia
Hipospadia
adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara pada sisi bawah penis atau
perineum. (Suriadi,2010:141)
Hipospadia
merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika atau segera
setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara uretra
pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya
tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan
tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah untuk
penis yang melengkuk kebawah. (Speer,2007:168)
Hipospadia
adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada penis bagian bawah,
bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra
terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang
lebih berat terjadi jika luubang uretra terdapat ditengah batang penis atau
pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini
sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang
menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010:163)
Hipospadia
adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak
di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal
(ujung glans penis) (Mansjoer, 2000 : 374).
Gambar Penyakit Hypospadia
2.2 ETIOLOGI
Penyebab
yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan
atau pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli
dianggap paling berpengaruh antara lain :
a. Gangguan
dan ketidakseimbangan hormone
Hormone
yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis
kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di
dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen
sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap
saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan
dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
b. Genetika
Terjadi
karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada
gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut
tidak terjadi.
c. Lingkungan
Biasanya
faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Faktor
resiko. (Suriadi,2010:142)
Penyebab
kelainan ini adalah maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang
premature dari sel interstisial testis. Faktor eksogen antara lain pajanan
prenatal terhadap kokain, alcohol, fenitoin, progesitin, rubella, atau diabetes
gestasional.(Mansjoer, 2000 : 374)
2.3 KLASIFIKASI
a) Tipe
sederhana adalah tipe balanitik atau glandular, disini meatus terletak pada
pangkal glans penis. Pada kelainan ini secara klinis umumnya bersifat
asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat
dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b) Tipe
penil, meatus terletak antara glans penis dan skrotum. Pada tipe ini umumnya
disertai kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral,
sehingga penis terlihat melengkung ke bawah (chordee) atau glans penis menjadi
pipih. Pada kelainan tipe penil diperlukan intervensi tindakan bedah bertahap.
Mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada, sebaliknya pada bayi ini
tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk
tindakan bedah plastic selanjutnya. Tindakan koreksi atau chordee umumnya
dilakukan sekitar 2 tahun, sedangkan reparasi tipe hipospadial umumnya dilakukan
sekitar umur 3 sampai 5 tahun.
c) Tipe
penoskrotal dan tipe perineal. Kelainan ini cukup besar, umumnya pertumbuhan
penis akan terganggu, ada kalanya disertai skrotum bifida, meatus uretra
terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Pada kejadian ini perlu
diperhatikan kemungkinan adanya pseudohermafroditisme. Tindakan bedah bertahap
dilakukan pada tahun pertama kehidupan bayi. (Markum, 1991: 257)
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Gejala
hipospadi, antara lain: lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada
dibawah atau didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti
berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak
harus duduk. (Muslihatum, 2010:163)
Pada
kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah yang akan
tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini di sebabkan oleh adanya chordee,
yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya
abnormal ke glans penis. Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimenter dari
uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos. Walaupun adanya chordee adalah
salah satu cirri khas untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa
tidak semua hipospadia memiliki chordee. (Mansjoer, 2000 : 374)
Tanda dan gejala
lainnya :
·
Terbuka uretra pada saat lahir, posisi
ventral atau dorsal.
·
Adanya chordee (penis melengkung
kebawah) dengan atau tanpa ereksi.
·
Adanya lekukan pada ujung penis
(Suriadi,2010:142)
·
Meatus uretra ventral, biasanya pada
glans penis namun dapat berada pada batang penis atau perineum.
·
Kulit yang bercelah, akibat gagal
menyatu.
·
Korde, perlekatan yang menyebabkan
pelengkungan penis kearah ventral, paling terlihat jelas saat ereksi. Keadaan
ini berkaitan dengan bentuk kelainan yang lebih berat. (Lissauer,2008:125)
2.5 PATOFISIOLOGI
Fusi
dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus
uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan
letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans,
kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak
ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans.
Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral
menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis. (Muscari, 2007 : 357)
2.6 KOMPLIKASI
Striktur
uretra (terutama pada sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra
yang baru dibuat) atau fistula. (Mansjoer, 2000 : 374)
Komplikasi potensial
meliputi :
·
Infeksi dan obstruksi uretra.
(Speer,2007:168)
·
Infertilitas, resiko hernia inguinal,
gangguan psikososial (Suriadi,2010:142)
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan ialah dengan pemeriksaan radiologis.
2.8 PENATALAKSANAAN
Dikenal
banyak teknik operasi hipospadia, yang umumya terdiri dari beberapa tahap
yaitu:
a) Operasi
penglepasan choorde atau tunneling
Dilakukan
pada usia 1 1/2 – 2 tahun. Pada tahap ini
dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis.
Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus uretra
masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan
tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCl 0,9% ke dalam korpus
kavernosum.
Pada
saat yang bersamaan dilakukan operasi tunneling yaitu pembuatan
uretra pada gland penis dan muaranya. Bahan untuk menutup luka eksisi chordee
dan pembuatan tunnelling diambil dari preputium penis bagian
dorsal. Oleh karena itu hipospadia merupakan kontraindikasi mutlak untuk
sirkumsisi.
b) Operasi
uretroplasti
Biasanya
dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis
bagian ventral yang di insisi secara longitudional paralel di kedua sisi.
Beberapa
tahun terakhir, sudah mulai diterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap
akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan
ukuran penis yang cukup besar. Operasi hipospadia ini sebaiknya sudah selesai
dilakukan seluruhnya sebelum si anak masuk sekolah, karena dikhawatiran akan
timbul rasa malu pada anak akibat merasa berbeda dengan
teman-temannya. (Mansjoer, 2000 : 375)
Bayi
yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan
untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai
dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini perbaikan hipospadia
dianjurkan sebelum anak berumur 18 bulan.
Jika
tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada
anak dan pada saat dewasa, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan
hubungan seksual. (Muslihatum, 2010:164)
Terapi
untuk hipospadia adalah dengan pembedahan, untuk mengembalikan penampilan dan
fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak dijadwalkan sampai bayi berusia
1 sampai 2 tahun, ketika ukuran penis menyetakan sebagai ukuran yang layak
dioperasi. (Speer,2007:168)
Koreksi
dengan pembedahan dilakukan pada usia 2 tahun sehingga meatus uretra berada
pada ujung penis, ereksi dapat lurus, dan penis terlihat normal. Pada sebagian
besar kasus hipospadia yang hanya mengenai glans penis, pembedahan tidak
diperlukan kecuali kadang-kadang untuk alasan kosmetik. (Lissauer,2008:125)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT
HIPOSPADIA
I. PENGKAJIAN
A. Identitas
·
Usia :
ditemukan saat lahir
·
Jenis kelamin :
hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi pada laki-laki
dengan angka kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup. (Brough, 2007: 130)
B. Keluhan
Utama
Lubang
penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis,
penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya
kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.(Muslihatum,
2010:163)
C. Riwayat
Kesehatan
·
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia
ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak
diketahui dengan pasti penyebabnya.
·
Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia
ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada
tempatnya sejak lahir.
D. Riwayat
Kongenital
·
Penyebab yang jelas belum diketahui.
·
Dihubungkan dengan penurunan sifat
genetik.
·
Lingkungan polutan teratogenik.
(Muscari, 2005:357)
E. Riwayat
Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena adanya hambatan penutupan
uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai minggu ke-14. (Markum, 1991:
257)
F. Activity
Daily Life
·
Nutrisi :
Tidak ada gangguan
·
Eliminasi : Anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran
dalam mengarahkan aliran urinnya, bergantung pada keparahan anomali, penderita
mungkin perlu mengeluarkan urin dalam posisi duduk. Konstriksi lubang abnormal
menyebabkan obstruksi urin parsial dan disertai oleh peningkatan insiden ISK.
(Brough, 2007: 130)
·
Hygiene Personal : Dibantu oleh perawat dan keluarga
·
Istirahat dan Tidur : Tidak ada gangguan
G. Diagnosa
dan Intervensi Pre dan Post Operasi Hipospadia
1. PRE
OPERASI
·
Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
Hipospadia
ü Ansietas
(anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses pembedahan (uretroplasti).
·
Rencana Asuhan Keperawatan Pre Operasi
Hipospadia
Tabel.
1 Rencana Asuhan Keperawatan
NO DX
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
|
Anak dan orang tua
mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh ungkapan pemahaman tentang
prosedur bedah.
|
Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur
bedah dan perawatan pasca operasi yang diharapkan. Gunakan gambar dan boneka
ketika menjelaskan prosedur kepada anak. Jelaskan bahwa pembedahan dilakukan
dengan cara memperbaiki letak muara uretra. Jelaskan juga kateter urine
menetap akan dipasang, dan bahwa anak perlu direstrein untuk mencegah supaya
anak tidak berusaha melepas kateter. Beri tahu mereka bahwa anak mungkin
dipulangkan dengan keadaan terpasang kateter.
|
Menjelaskan rencana
pembedahan dan pasca operasi membantu meredakan rasa cemas dan takut, dengan
membiarkan anak dan orang tua mengantisipasi dan mempersiapkan peristiwa yang
akan terjadi. Simulasi dengan mempergunakan gambar dan boneka untuk
menjelaskan prosedur dapat membuat anak memahami konsep yang rumit.
|
|
|
Beri anak kesempatan untuk mengekspresikan rasa
takut dan fantasinya dengan menggunakan boneka dan wayang.
|
Mengekspresikan rasa takut memungkinkan anak
menghilangkan rasa takutnya, dan memberi anda kesempatan untuk mengkaji
tingkat kognitif dan kemampuan untuk memahami kondisi, serta perlunya
pembedahan. (Speer,2007:168)
|
2. POST
OPERASI
·
Diagnosa Keperawatan Post Operasi
Hipospadia
ü Nyeri
berhubungan dengan pembedahan.
ü Resiko
infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan pemasangan kateter.
ü Ansietas
(orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis anak setelah pembedahan.
ü Defisit
pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
·
Rencana Asuhan Keperawatan Post Operasi
Hipospadia
Tabel.
2 Rencana Asuhan Keperawatan
NO DX
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
|
Anak akan
memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang ditandai oleh menangis, gelisah,
dan ekspresi nyeri berkurang.
|
Kolaborasi dalam pemberian
analgesic sesuai program.
Pastikan kateter anak dipasang
dengan benar,serta bebas dari simpul.
|
Pemberian
obat analgesik untuk meredahkan nyeri.
Penempatan kateter
yang tidak tepat dapat menyebabkan nyeri akibat drainase yang tidak
adekuat,atau gesekan akibat tekanan pada balon yang digembungkan.
(Speer,2007:169)
|
2.
|
Anak tidak mengalami
infeksi yang ditandai oleh hasil urinalisis normal dan suhu tubuh kurang dari
37,80C.
|
Pertahankan
kantong drainase kateter dibawah garis kandung kemih dan pastikan bahwa
selang tidak terdapat simpul dan kusut.
Gunakan tekni aseptic
ketika mengosongkan kantong kateter.
Pantau urine anak
untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi. Juga periksa balutan bedah
setiap 4 jam, untuk mengkaji bila tercium bau busuk atau drainase purulen;
laporkan tanda-tanda tersebut kepada dokter dengan segera.
Anjurkan
anak untuk minum sekurang-kurangya 60 ml/ jam.
Beri obat antibiotic profilaktik
sesuai program, untuk membantu mencegah infeksi. Pantau anak untuk efek
terapeutik dan efek samping.
|
Mempertahankan
kantong drainase tetap pada posisi ini mencegah infeksi dengan mencegah urine
yang tidak steril mengalir balik ke dalam kandung kemih.
Teknik aseptic
mencegah kontaminan masuk kedalam traktus urinarius.
Tanda
ini dapat mengindikasikan infeksi.
Peningkatan asupan
cairan dapat mengencerkan urine dan mendorong untuk berkemih.
Pemantauan yang
demikian membantu menentukan kemanjuran obat antibiotic dan toleransi anak
terhadap obat tersebut. (Speer,2007:169).
|
3.
|
Orang tua akan
mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh pengungkapan perasaan
mereka tentang kelainan anak.
|
Anjurkan
orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mereka tentangketidaksempurnaan
fisik anak. Fokuskan pada pertanyaan
tentang seksualitas dan reproduksi.
Bantu
orang tua melalui proses berduka yang normal.
Rujuk orang tua
kepada kelompok pendukung yang tepat, jika diperlukan.
Apabila memungkinkan, jelaskan
perlunya menjalani pembedahan multiple, dan jawab setiap pertanyaan yang
muncul dari orang tua.
|
Membiarkan orang tua
mengekspresikan perasaan serta kekhawatiran mereka, dapat memberikan perasaan
didukung dan dimengerti sehingga mengurangi rasa cemas mereka. Mereka
cenderung merasa sangat khawatir terhadap efek kelainan, pada aspek
seksualitas dan reproduksi.
Proses berduka
memungkin orang tua dapat melalui kecemasan dan perasaan distress mereka.
Kelompok pendukung
dapat membantu orang tua mengatasi ketidaksempurnaan fisik anak.
Perbaikan yang sudah
dilakukan melaui pembedahan perlu berlangsung secara bertahap. Dengan
mendiskusikan hal ini dengan orang tua dan member kesempatan mengekspresiakan
perasan mereka dapat mengurangi kecemasan. (Speer,2007:170).
|
4.
|
Orang tua
mengekspresikan pemahaman tentang instruksi perawatan di rumah, dan
mendemonstrasikan prosedur perawatan dirumah.
|
Ajarkan orang tua
tanda serta gejala infeksi saluran kemih atau infeksi pada area insisi,
termasuk peningkatan suhu, urine keruh, dan drainase purulen dari insisi.
Ajarkan orang tua
cara merawat kateter dan penis, termasuk membersihkan daerah sekeliling
kateter, mengosongkan kantong drainase dan memfiksasi kateter.
Jelaskan pentingnya
memantau warna serta kejernihan urine.
Anjurkan orang tua
untuk mencegah anak untuk tidak mengambil posisi mengangkang, saat
mengendarai sepeda atau menunggang kuda.
Apabila dibutuhkan,
ajarkan orang tua tentang tujuan dan penggunaan obat antibiotik serta
obat-obatan, untuk spasme kandung kemih (meperidin hidroklorida [Demerol],
asetaminofen [Tylenol] ) ; jelaskan juga perincian tentang pemberian, dosis
dan efek samping.
|
Mengetahui tanda dan
gejala infeksi mendorong orang tua mencari pertolongan medis ketika
membutuhkannya.
Informasi
semacam ini dapat meningkatkan kepatuhan terhadap penatalaksanaan keperawatan
di rumah dan membantu mencegah kateter lepas serta infeksi.
Posisi
mengangkang dapat menyebabkan kateter terlepas dan merusak area operasi.
Obat analgesic dapat
mengendalikan rasa nyeri. Spasme kandung kemih dapat terjadi akibat iritasi
kandung kemih. Dengan mengetahui efek samping mendorong orang tua mencari
pertolongan medis ketika membutuhkan.
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra
terdapat pada penis bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia
bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada
glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang uretra
terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum
atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu
jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat
ereksi. (Muslihatum, 2010:163)
3.2 Saran
Materi
tentang asuhan keperawatan pada pasien anak dengan gangguan hipospadia memiliki
pembahasan yang luas. Oleh sebab itu maka perlu di pelajari dan di mengerti, sebagai
dasar untuk melakukan asuhan keperawatan yang benar dan baik pada pasien anak
dengan gangguan hipospadia.