Saturday, December 16, 2017

Makalah Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Hipospadia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Dokumentasi keperawatan menurut Carpenito (1999), merupakan suatu rangkaian kegiatan yang rumit dan sangat beragam serta memerlukan waktu yang cukup banyak dalam proses pembuatannya. Perkiraan waktu pembuatan dokumentasi asuhan keperawatan dapat mencapai 35-40 menit, hal ini dikarenakan seringnya perawat melakukan pencatatan yang berulang¬ulang atau duplikatif. Walaupun demikian, terkadang dokumentasi keperawatan yang dihasilkan masih sering kurang berkualitas.
Asuhan keperawatan menurut Häyrinena (2010), merupakan hal sangat penting bagi seorang perawat. Kemampuan pemberian pelayanan yang baik serta kemudian dapat secara efektif dapat  mengkomunikasikan tentang perawatan pasien tergantung pada seberapa baik kualitas informasi yang diberikan serta dokumentasi yang disediakan untuk dimanfaatkan oleh semua profesional kesehatan dan antar bidang pelayanan kesehatan
Dokumentasi asuhan keperawatan menurut Ali (2010), merupakan suatu dokumen atau catatan yang berisi data tentang keadaan pasien yang dilihat tidak saja dari tingkat kesakitan akan tetapi juga dilihat dari jenis, kualitas dan kuantitas dari layanan yang telah diberikan perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien.
Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah untuk penis yang melengkuk kebawah. (Speer,2007:168).
1.2              Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah-masalah yang dibahas diantaranya adalah :
1.2.1 Apa pengertian dari Dokumentasi Asuhan Keperawatan ?
1.2.2 Apa pengertian dari Hipospadia ?
1.2.3 Sebutkan rencana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Hipospadia ?
1.3              Tujuan Penulisan
Tujuan yang diambil dari rumusan masalah tersebut :
1.3.1 Mengetahui pengertian dari Dokumentasi Asuhan Keperawatan
1.3.2 Mengetahui pengertian dari Hipospadia
1.3.3 Mengetahui rencana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Hipospadia ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian Hipospadia
Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara pada sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi,2010:141)
Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah untuk penis yang melengkuk kebawah. (Speer,2007:168)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada penis bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010:163)
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis) (Mansjoer, 2000 : 374).


Gambar Penyakit Hypospadia


2.2       ETIOLOGI
Penyebab yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan atau pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
a.       Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
b.      Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
c.       Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Faktor resiko. (Suriadi,2010:142)
Penyebab kelainan ini adalah maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang premature dari sel interstisial testis. Faktor eksogen antara lain pajanan prenatal terhadap kokain, alcohol, fenitoin, progesitin, rubella, atau diabetes gestasional.(Mansjoer, 2000 : 374)
2.3       KLASIFIKASI
a)      Tipe sederhana adalah tipe balanitik atau glandular, disini meatus terletak pada pangkal glans penis. Pada kelainan ini secara klinis umumnya bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b)      Tipe penil, meatus terletak antara glans penis dan skrotum. Pada tipe ini umumnya disertai kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah (chordee) atau glans penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe penil diperlukan intervensi tindakan bedah bertahap. Mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada, sebaliknya pada bayi ini tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah plastic selanjutnya. Tindakan koreksi atau chordee umumnya dilakukan sekitar 2 tahun, sedangkan reparasi tipe hipospadial umumnya dilakukan sekitar umur 3 sampai 5 tahun.
c)      Tipe penoskrotal dan tipe perineal. Kelainan ini cukup besar, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, ada kalanya disertai skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Pada kejadian ini perlu diperhatikan kemungkinan adanya pseudohermafroditisme. Tindakan bedah bertahap dilakukan pada tahun pertama kehidupan bayi. (Markum, 1991: 257)
2.4       MANIFESTASI KLINIS
Gejala hipospadi, antara lain: lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk. (Muslihatum, 2010:163)
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini di sebabkan oleh adanya chordee, yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glans penis. Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimenter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos. Walaupun adanya chordee adalah salah satu cirri khas untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki chordee. (Mansjoer, 2000 : 374)
Tanda dan gejala lainnya :
·         Terbuka uretra pada saat lahir, posisi ventral atau dorsal.
·         Adanya chordee (penis melengkung kebawah) dengan atau tanpa ereksi.
·         Adanya lekukan pada ujung penis (Suriadi,2010:142)
·         Meatus uretra ventral, biasanya pada glans penis namun dapat berada pada batang penis atau perineum.
·         Kulit yang bercelah, akibat gagal menyatu.
·         Korde, perlekatan yang menyebabkan pelengkungan penis kearah ventral, paling terlihat jelas saat ereksi. Keadaan ini berkaitan dengan bentuk kelainan yang lebih berat. (Lissauer,2008:125)
2.5       PATOFISIOLOGI
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis. (Muscari, 2007 : 357)
2.6       KOMPLIKASI
Striktur uretra (terutama pada sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau fistula. (Mansjoer, 2000 : 374)
Komplikasi potensial meliputi :
·         Infeksi dan obstruksi uretra. (Speer,2007:168)
·         Infertilitas, resiko hernia inguinal, gangguan psikososial (Suriadi,2010:142)
2.7       PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah dengan pemeriksaan radiologis.
2.8       PENATALAKSANAAN
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumya terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a)      Operasi penglepasan choorde atau tunneling
Dilakukan pada usia 1 1/– 2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCl 0,9% ke dalam korpus kavernosum.
Pada saat yang bersamaan dilakukan operasi tunneling yaitu pembuatan uretra pada gland penis dan muaranya. Bahan untuk menutup luka eksisi chordee dan pembuatan tunnelling diambil dari preputium penis bagian dorsal. Oleh karena itu hipospadia merupakan kontraindikasi mutlak untuk sirkumsisi.
b)      Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang di insisi secara longitudional paralel di kedua sisi.
Beberapa tahun terakhir, sudah mulai diterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang cukup besar. Operasi hipospadia ini sebaiknya sudah selesai dilakukan seluruhnya sebelum si anak masuk sekolah, karena dikhawatiran akan timbul rasa malu pada anak akibat merasa berbeda dengan teman-temannya. (Mansjoer, 2000 : 375)
Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini perbaikan hipospadia dianjurkan sebelum anak berumur 18 bulan.
Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual. (Muslihatum, 2010:164)
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan, untuk mengembalikan penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak dijadwalkan sampai bayi berusia 1 sampai 2 tahun, ketika ukuran penis menyetakan sebagai ukuran yang layak dioperasi. (Speer,2007:168)
Koreksi dengan pembedahan dilakukan pada usia 2 tahun sehingga meatus uretra berada pada ujung penis, ereksi dapat lurus, dan penis terlihat normal. Pada sebagian besar kasus hipospadia yang hanya mengenai glans penis, pembedahan tidak diperlukan kecuali kadang-kadang untuk alasan kosmetik. (Lissauer,2008:125)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT HIPOSPADIA
I.          PENGKAJIAN
A.    Identitas
·         Usia                 : ditemukan saat lahir
·         Jenis kelamin   : hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi pada laki-laki dengan angka kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup. (Brough, 2007: 130)
B.     Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.(Muslihatum, 2010:163)
C.     Riwayat Kesehatan
·         Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.
·         Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir.



D.    Riwayat Kongenital
·         Penyebab yang jelas belum diketahui.
·         Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
·         Lingkungan polutan teratogenik.
(Muscari, 2005:357)
E.     Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai minggu ke-14. (Markum, 1991: 257)
F.      Activity Daily Life
·         Nutrisi             : Tidak ada gangguan
·         Eliminasi         : Anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran dalam mengarahkan aliran urinnya, bergantung pada keparahan anomali, penderita mungkin perlu mengeluarkan urin dalam posisi duduk. Konstriksi lubang abnormal menyebabkan obstruksi urin parsial dan disertai oleh peningkatan insiden ISK. (Brough, 2007: 130)
·         Hygiene Personal        : Dibantu oleh perawat dan keluarga
·         Istirahat dan Tidur      : Tidak ada gangguan
G.  Diagnosa dan Intervensi Pre dan Post Operasi Hipospadia
1.      PRE OPERASI
·         Diagnosa Keperawatan Pre Operasi Hipospadia
ü  Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses pembedahan (uretroplasti).
·         Rencana Asuhan Keperawatan Pre Operasi Hipospadia


Tabel. 1 Rencana Asuhan Keperawatan
NO DX
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Anak dan orang tua mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh ungkapan pemahaman tentang prosedur bedah.
Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur bedah dan perawatan pasca operasi yang diharapkan. Gunakan gambar dan boneka ketika menjelaskan prosedur kepada anak. Jelaskan bahwa pembedahan dilakukan dengan cara memperbaiki letak muara uretra. Jelaskan juga kateter urine menetap akan dipasang, dan bahwa anak perlu direstrein untuk mencegah supaya anak tidak berusaha melepas kateter. Beri tahu mereka bahwa anak mungkin dipulangkan dengan keadaan terpasang kateter.
Menjelaskan rencana pembedahan dan pasca operasi membantu meredakan rasa cemas dan takut, dengan membiarkan anak dan orang tua mengantisipasi dan mempersiapkan peristiwa yang akan terjadi. Simulasi dengan mempergunakan gambar dan boneka untuk menjelaskan prosedur dapat membuat anak memahami konsep yang rumit.





Beri anak kesempatan untuk mengekspresikan rasa takut dan fantasinya dengan menggunakan boneka dan wayang.
Mengekspresikan rasa takut memungkinkan anak menghilangkan rasa takutnya, dan memberi anda kesempatan untuk mengkaji tingkat kognitif dan kemampuan untuk memahami kondisi, serta perlunya pembedahan. (Speer,2007:168)


2.      POST OPERASI
·         Diagnosa Keperawatan Post Operasi Hipospadia
ü  Nyeri berhubungan dengan pembedahan.
ü  Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan pemasangan kateter.
ü  Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis anak setelah pembedahan.
ü  Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
·         Rencana Asuhan Keperawatan Post Operasi Hipospadia
Tabel. 2 Rencana Asuhan Keperawatan
NO DX
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang ditandai oleh menangis, gelisah, dan ekspresi nyeri berkurang.
Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai program.

Pastikan kateter anak dipasang dengan benar,serta bebas dari simpul.


Pemberian obat analgesik untuk meredahkan nyeri.

Penempatan kateter yang tidak tepat dapat menyebabkan nyeri akibat drainase yang tidak adekuat,atau gesekan akibat tekanan pada balon yang digembungkan. (Speer,2007:169)
2.
Anak tidak mengalami infeksi yang ditandai oleh hasil urinalisis normal dan suhu tubuh kurang dari 37,80C.

Pertahankan kantong drainase kateter dibawah garis kandung kemih dan pastikan bahwa selang tidak terdapat simpul dan kusut.
Gunakan tekni aseptic ketika mengosongkan kantong kateter.
Pantau urine anak untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi. Juga periksa balutan bedah setiap 4 jam, untuk mengkaji bila tercium bau busuk atau drainase purulen; laporkan tanda-tanda tersebut kepada dokter dengan segera.
Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangya 60 ml/ jam.
Beri obat antibiotic profilaktik sesuai program, untuk membantu mencegah infeksi. Pantau anak untuk efek terapeutik dan efek samping.

Mempertahankan kantong drainase tetap pada posisi ini mencegah infeksi dengan mencegah urine yang tidak steril mengalir balik ke dalam kandung kemih.
Teknik aseptic mencegah kontaminan masuk kedalam traktus urinarius.
Tanda ini dapat mengindikasikan infeksi.




Peningkatan asupan cairan dapat mengencerkan urine dan mendorong untuk berkemih.
Pemantauan yang demikian membantu menentukan kemanjuran obat antibiotic dan toleransi anak terhadap obat tersebut. (Speer,2007:169).
3.
Orang tua akan mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh pengungkapan perasaan mereka tentang kelainan anak.
Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mereka tentangketidaksempurnaan fisik anak.   Fokuskan pada pertanyaan tentang seksualitas dan reproduksi.

Bantu orang tua melalui proses berduka yang normal.
Rujuk orang tua kepada kelompok pendukung yang tepat, jika diperlukan.

Apabila memungkinkan, jelaskan perlunya menjalani pembedahan multiple, dan jawab setiap pertanyaan yang muncul dari orang tua.

Membiarkan orang tua mengekspresikan perasaan serta kekhawatiran mereka, dapat memberikan perasaan didukung dan dimengerti sehingga mengurangi rasa cemas mereka. Mereka cenderung merasa sangat khawatir terhadap efek kelainan, pada aspek seksualitas dan reproduksi.
Proses berduka memungkin orang tua dapat melalui kecemasan dan perasaan distress mereka.
Kelompok pendukung dapat membantu orang tua mengatasi ketidaksempurnaan fisik anak.
Perbaikan yang sudah dilakukan melaui pembedahan perlu berlangsung secara bertahap. Dengan mendiskusikan hal ini dengan orang tua dan member kesempatan mengekspresiakan perasan mereka dapat mengurangi kecemasan. (Speer,2007:170).
4.
Orang tua mengekspresikan pemahaman tentang instruksi perawatan di rumah, dan mendemonstrasikan prosedur perawatan dirumah.
Ajarkan orang tua tanda serta gejala infeksi saluran kemih atau infeksi pada area insisi, termasuk peningkatan suhu, urine keruh, dan drainase purulen dari insisi.
Ajarkan orang tua cara merawat kateter dan penis, termasuk membersihkan daerah sekeliling kateter, mengosongkan kantong drainase dan memfiksasi kateter.
Jelaskan pentingnya memantau warna serta kejernihan urine.
Anjurkan orang tua untuk mencegah anak untuk tidak mengambil posisi mengangkang, saat mengendarai sepeda atau menunggang kuda.
Apabila dibutuhkan, ajarkan orang tua tentang tujuan dan penggunaan obat antibiotik serta obat-obatan, untuk spasme kandung kemih (meperidin hidroklorida [Demerol], asetaminofen [Tylenol] ) ; jelaskan juga perincian tentang pemberian, dosis dan efek samping.
Mengetahui tanda dan gejala infeksi mendorong orang tua mencari pertolongan medis ketika membutuhkannya.

Informasi semacam ini dapat meningkatkan kepatuhan terhadap penatalaksanaan keperawatan di rumah dan membantu mencegah kateter lepas serta infeksi.


Posisi mengangkang dapat menyebabkan kateter terlepas dan merusak area operasi.

Obat analgesic dapat mengendalikan rasa nyeri. Spasme kandung kemih dapat terjadi akibat iritasi kandung kemih. Dengan mengetahui efek samping mendorong orang tua mencari pertolongan medis ketika membutuhkan.

BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada penis bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010:163)
3.2              Saran
Materi tentang asuhan keperawatan pada pasien anak dengan gangguan hipospadia memiliki pembahasan yang luas. Oleh sebab itu maka perlu di pelajari dan di mengerti, sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan yang benar dan baik pada pasien anak dengan gangguan hipospadia.


No comments: